Minggu, 25 Maret 2012

Ternyata Jenius Saja Tidak Cukup

Namanya Billy Sidis, lengkapnya William James Sidis. Dia adalah anak Prof Dr Boris Sidis, orang Yahudi yang sangat mengagumi William James, seorang ahli psikologi. Secara intelektual, Billy Sidis luar biasa cerdas. IQ-nya 200, jauh diatas Albert Einstein. Sidis di usia 1 tahun 6 bulan sudah bisa membaca New York Times. Usia 5 tahun sudah mampu menulis karya ilmiah tentang anatomi dan astronomi. Usia 8 tahun menguasai 8 bahasa.
Kemampuan Sidis dalam berbahasa pun konon amatlah dahsyat. Bayangkan saja, ia bisa mempelajari bahasa baru hanya dalam satu hari hingga total sekitar 200 bahasa di dunia dikuasainya ! Pas umur 11 tahun, Sidis kuliah di Havard University, universitas terkemuka di dunia yang terkenal dengan orang-orang cerdasnya. Itupun dia masuk di kelas mahasiswa berbakat. Pada usia 14 tahun, Sidis telah memberi kuliah di universitas yang sama. Ia lulus sebagai sarjana matematika di usia 16 dengan predikat cumlaude. Hmm, kurang jenius apa coba?
Pertanyaannya kemudian adalah, apa yang diperoleh dari kejeniusannya? Ternyata, jenius nan "sempurna" yang dimiliki Sidis tidak memberikan manfaat apapun. Memang, ia mampu berpikir rumit dan memecahlan aneka masalah akademis, jauh melampaui anak-anak seusianya dan bahkan lebih unggul dibandingkan orang-orang dewasa. Tapi perkembangan sosial, emosiaonal dan komunikasinya tidak sejalan dengan kemampuan kognitifnya. Kemampuan intelektual luar biasa yang ia miliki tidak mampu menolongnya untuk bisa berperilaku lebih matang dan dewasa sesuai usianya.

Dan apa yang terjadi? Sidis memilih untuk menarik diri dari se mua dinamika dunia akademis, dan ia bekerja sebagai tukang cuci piring sampai akhir hayatnya !
Wah. . .tragis amat yak? Seorang manusia yang luar biasa jenius ternyata malah nggak memberikan kontribusi optimal buat dunia. Padahal, dia punya minat dan pakar banget di berbagai ilmu. Kalau mau ditelaah, sosok Sidis ini adalah "kelinci percobaan" sang ayah. Ia menjadi objek eksperimen Boris Sidis, sang ayah yang seorang psikolog. Boris menerapkan sistem pendidikan model baru kepada anaknya, demi menyanggah sistem pendidikan konvensional yang dianggap sebagai biang keladi kejahatan. Sayangnya mental Sidis tidak tahan atas perlakuan lingkungan terhadapnya dan ia pun merasa lelah mbelajrenjadi proyeksi dari ambisi sang ayah. Wadeuw, sidis sadis banget yah ! 
Nah, jadi satu hal yang perlu kita ingat adalah JENIUS SAJA TIDAKLAH CUKUP !
Loh, jadi kita nggak perlu belajar serius?
Bukan begitu maksudnya, belajar tentu harus ! Belajar, membaca, menganalisa, itu adalah tugas utama yang siap menunjukkan kemuliaan kita sebagai muslim. Kan udah pada tau kalo ayat pertama yang diturunkan melalui al-quran adalah iqro yang artinya bacalah !
Yang harus digarisbawahi adalah kita harus menjadi manusia cerdas sekaligus berkarakter positif. Karakter yang kuat, tahan banting dan senantiasa siap menghadapi dan mengatasi tantangan model apapun, adalah sebuah kombinasi yang top markotop !
Dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda, "Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah "Qodarulloh wa maa syaa'a fa'al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." (HR. Muslim)

::to be continue::

source: Majalah Nurul Hayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar